Umurnya telah menginjak
80 tahun, tapi semangat dan jiwanya tak pernah tua. Bahkan di masa pensiunnya,
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Prof WIM Poli mungkin tak pernah
lagi dijumpai di ruang kelas, namun ‘kehadirannya’ justru mudah ditemui di dunia
maya: di akun Facebook-nya.
Tiap hari Prof WIM Poli
rajin mengupdate status Facebooknya. Ia memposting esai-esai ekonomi, dengan
ulasan yang dalam.
Penulis menemui salah
satu dosen terbaik yang pernah dilahirkan Unhas ini. Di rumahnya di Jl Kakatua
II No 55, Makassar, WIM Poli banyak berkisah tentang guru yang dikaguminya
serta pandangannya mengenai mahasiswa sekarang.
Bisa Prof ceritakan
pengalaman yang berkesan menjadi dosen?
Yang berkesan adalah
mahasiswa itu terkesan, seperti matanya berbinar setelah selesai kuliah dan
mereka masih mau melanjutkan, itu kepuasan yang tertinggi, mahasiswa ternyata
merasa mereka memperoleh sesuatu dan masih terus mau melanjutkan apa yang
mereka peroleh. Itu kepuasan yang paling tinggi dari seorang dosen.
Prof kan berasal dari
luar daerah Sulawesi, apa alasan Prof memilih Unhas dan memlih masuk FEB?
Saya tidak pernah berikir
dulu untuk masuk ke Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Saya masuk di FEB itu adalah
suatu kebetulan. Karena waktu saya SMA di kupang, saya sudah tertarik pada
sastra. Dari kecil guru-guru saya itu memuji karangan saya, kira-kira mulai
kelas 4 SD.
Dulu itu, di dalam kelas,
ada gambar-gambar besar tanpa teks. Misalnya gambar stasiun kereta, gambar
pasar, lalu kami disuruh mengarang. Dan waktu itu karangan saya yag terbaik di
antara murid-murid berbahasa Belanda. Karangan saya itu dibacakan lalu dipuji.
Dan itu sangat melekat, dan itu saya teruskan ketika saya mengajar dan
mahasiswa-mahasiswa yang harus dipuji, saya puji. Karena saya sudah merasakan.
Maka, setelah saya tamat
SMA, ada pergolakan Permesta, sehingga hubungan kapal laut dari Kupang ke Makassar
terputus. Di Makassar sudah ada kakak saya, jadi saya tinggalkan Kupang dengan
kapal lalu mendarat di Bali, menunggu kapal dari Jawa ke Makassar. Menunggu
satu bulan. Tidak ada kapal waktu itu.
Waktu itu saya ingin
masuk Fakultas Sastra, Universitas Udayana. Tapi ayah saya tidak mau. Ayah
saya, mau saya jadi dokter. Maka setelah satu bulan ada kapal dari Jawa ke
Makassar. Saya naik kapal sampai ke Makassar, pada september tahun 1958, Sampai
di Makassar, pendaftaran mahasiswa semua sudah ditutup. Tapi saya dengar akan
dibuka Fakultas Sastra. Kapan? tunggu saja kapan.
Dan apa yang harus saya
buat untuk menunggu terbuka fakultas sastra. Kebetulan Fakultas Ekonomi membuka
pendaftaran kedua, maka untuk mengisi waktu, saya masuk. Ada 11 orang,
mahasiswa Fakultas Ekonomi tahun 1958. Menunggu Fakultas Sastra dibuka,
Fakultas Sastra baru dibuka tahun 1961. Waktu dibuka Fakultas Sastra, saya
sudah dapat sarjana muda di Fakultas Ekonomi dan sudah jadi asisten, itu
kebetulan-kebetulan.
kebetulan-kebetulan.
Saya tidak tertarik pada
ekonomi, saya tertarik pada sastra saya suka mengajar, mengajar apapun,
termasuk mengajar ekonomi.
Waktu itu buku-buku di
Fakultas Ekonomi dalam bahasa Belanda, bahasa Inggris dan bahasa Jerman. Inikan
bahasa yang susah. Tapi karena saya kuasai ini saya membuat ringkasan-ringkasan
buku, menarik bagiteman-teman. Maka terpenuhilah keinginan saya sebagai
pengajar.
Sebelumnya prof, apakah
pernah bercita-cita menjadi dosen?
Tidak, saya tidak pernah
merencanakan sesuatu. Saya tidak pernah berpikir akan menjadi profesor. Saya
hanya melaksanakan apa yang hari ini saya laksanakan. Apa akibatnya saya tidak
tahu.
Yah, ada orang lain,
membuat cita-cita. Saya tidak pakai cita-cita. Tapi jangan ikuti saya. Mungkin
orang lain lebih cocok pake cita-cita. Saya tidak pake cita-cita hanya pake
keinginan untuk berbuat sesuatu dalam bentuk mengajar. Nah, kalau anda mau
mengajar, maka belajar dulu kan.
Itu untungnya jadi dosen,
dosen yang punya hati yah. Karena ada orang jadi dosen bukan karena apa-apa,
mungkin jadi dosen, yah sumber penghasilan. Bukan sumber kehidupan.
Sebagai Guru Besar di FEB
Unhas, adakah cita-cita yang ingin dicapai?
Cita-cita saya tiap hari.
Yah, menulis Facebook. Pagi-pagi kalau anda buka Facebook jam 3 atau jam 4 ,
sudah ada tulisan saya di sana. Dan itu saya pikir, apa lagi yang bisa saya
tinggalkan. Saya sudah umur 79 tahun, kapan saya meninggal, saya tidak tahu.
Tapi sebelum saya meninggal, seperti tu, jika saya kumpulkan
tulisan-tulisan saya di Facebook, sekitar 300 halaman itu diterbitkan. Sudah bisa diterbitkan, cuman siapa yang menerbitkan? Siapa yang membiayai saya tidak tahu. Akan datang dengan sendirinya.
tulisan-tulisan saya di Facebook, sekitar 300 halaman itu diterbitkan. Sudah bisa diterbitkan, cuman siapa yang menerbitkan? Siapa yang membiayai saya tidak tahu. Akan datang dengan sendirinya.
Buku-buku apa saja yang
sudah diterbitkan?
Buku yang terakhir,
adalah tentang istri saya. Itu untuk mengenang meninggalnya istri saya.
Tonggak-Tonggak Sejarah Pemikiran Ekonomi, Suara Hati Yang Memberdayakan, Modal
Sosial Pembangunan, Iyawandatung Di Tanah Papua, Derita, Karya Dan Harapan
Perempuan Papua, Kepemimpinan Strategik, Manajemen Strategis Melalui Cerita
Kecil, Rekam Jejak Jusuf Kalla Otobiografi: Fakta dan Makna Sebuah
Perjalanan, Wati Dalam Rekaman, dan masih banyak lagi.
Perjalanan, Wati Dalam Rekaman, dan masih banyak lagi.
Dari beberapa buku yang
sudah prof sebutkan tadi, manakah diantara buku-buku tersebut yang berkesan
atau favorit?
Semuanya. Tidak ada anak
tiri. Semua ditulis dengan hati, jadi tidak saya anak tiri-kan.
Saya tertarik dengan buku
Prof terkait tanah Papua, apakah Prof pernah ke sana?
Tentu, saya meneliti di
sana. Saya masuk dikampung. Tidak bisa dilihat dari jarak jauh. Di kabupaten
Jayapura. Buku-buku saya yang itu terbit tahun 2008. Ada empat buku saya
tentang Tanah Papua, yaitu Suara Hati Yang Memberdayakan, Modal Sosial
Pembangunan, Iyawandatung di Tanah Papua, Derita, Karya Dan Harapan Perempuan
Papua.
Apa alasannya Prof
meneliti ke sana?
Karena ada mantan
mahasiswa saya di sana yang diminta oleh bupatinya disana untuk meneliti apa
yang sudah dikerjakan. Datang ke sana terbit buku yang pertama. Suara hati yang
memberdayakan dan berlanjut terus ke buku berikutnya, dan itupun tidak
terencanakan. Bergulir, mengalir, dari satu ke satu. Asal anda punya hati, akan
mengalir.
Apa yang menarik dari
buku itu?
Orang Papua itu masih
lugu, dan mereka itu gampang menjadi teman, dan gampang juga menjadi musuh,
kalau dia dikecewakan. Dan itu saya dengar sendiri itu di pesawat terbang. Pada
suatu saat saya naik pesawat, ada sejumlah orang Belgia wisatawan dipimpin oleh
sebuah pastor yang pernah kerja di Papua. Sebelum mendarat dia memberikan
briefing. Dia menceritakan tentang orang Papua yang gampang menjadi
teman, tapi jangan dikecewakan. Dia bercerita dalam bahasa Belanda.
teman, tapi jangan dikecewakan. Dia bercerita dalam bahasa Belanda.
Dia tidak tahu saya bisa
bahasa Belanda. Maka saya berhubungan dengan dia, setelah dia bercerita. Saya
dulu belajar di Belgia, jadi terjadi kontak yang bagus, dan ketika saya
ceritakan cerita ini kepada orang Papua. Betapa senangnya mereka. Itupun
terjadi tanpa direncanakan.
Prof suka sastra,
buku-buku sastra seperti apa disukai?
Yang paling saya sukai
itu buku-buku puisi dan prosa. Disitulah, bapak-bapak pembangunan kita yang
dulu mau membentuk generasi masa depan melalui bacaan. Penerbit yang namanya
jambatan, jambatan itu kan menghubungkan. Penerbit jambatan itu menerbitkan
buku-buku klasik dunia dan harga yang murah.
Waktu itu yang saya beli
buku-buku itu di toko buku Kristen disamping gereja Immanuel di jalan Balai
Kota harganya itu dalam sen. Bukan rupiah buku kecil-kecil dalam sen. Dari situ
orang membaca dan membentuk pikirannya. Kita dihubungkan dengan dunia yang jauh
buku-buku klasik dunia. Jadi generasi masa depan gampang dibentuk dengan
bacaan-bacaan bermutu pada usia dini. Jadi manusia itu dibentuk wataknya pada
usia dini melalui tokoh-tokoh di dalam cerita.
Siapa tokoh yang
menginspirasi Prof dan mempengaruhi cara berpikir Prof?
Guru. Guruku yang pertama
di taman kanak-kanak. Itu guru wanita orang Belanda, dan dia meninggal pada
tahun 1947 di Jepang karena usus buntu, tapi dia memuji saya sebagai orang
pintar di kelas. Sehingga pada saat saya tamat SMA dan tinggal di Kupang saya berziarah
di kuburannya, dari situ saya tulis sebuah sajak yang berjudul “My Teacher”.
Dalam bahasa Inggris. Lalu sajak itu dibaca oleh dosen bahasa Inggrisku di SMA.
Dosen ini saya berjumpa
dengannya kembali pada tahun 63 di Salatiga, dia masih memegang karangan sajak
saya itu, “My Teacher”. Dan semua tokoh-tokoh guru. Dan hampir semua perempuan.
Guru perempuan pertama di TK. Guru perempuan kedua waktu saya dikelas 4 SD.
Kemudian guru perempuan saya di kelas 1 SMP. Guru perempuan keempat waktu saya
dikelas 1 SMA. Dan semua nya berhubungan dengan karang-
mengarang.
mengarang.
Jadi dulu itu, waktu di
SMA misalnya, sebelum liburan guruku itu orang Australia, dia minta, waktu
liburan, alami sesuatu lalu tulis sesuatu dan akan dibicarakan saat kita masuk,
sewaktu itu rumah saya di tepi pantai. Dan saya liat itu gelombang mengempas di
batu-batu karang. Lalu saya tulis itu. Gelombang itu datang memecah batu-batu
karang. Gelombang putih seperti domba-domba berlompatan di padang. Dan
itu dia bacakan dikelas, guru bahasa Inggris orang Australia. Nah, bayangkan dibacakan dalam kelas, hati berbunga-bunga.
itu dia bacakan dikelas, guru bahasa Inggris orang Australia. Nah, bayangkan dibacakan dalam kelas, hati berbunga-bunga.
Guru yang memuji murid
secara wajar itu dampaknya besar. Nah itu, waktu saya dikukuhkan jadi Guru
Besar, saya meminta admnistrasi untuk mencari mahsiswa yang mendapat nilai A
dari saya. Saya undang mereka, duduk di depan, dapat tempat yang terhormat.
Lalu saya perkenalkan pada hadirin.
“Inilah orang- orang yang
dapat nilai A dari saya.” Dan semuanya itu perempuan kecuali satu. Hampir semua
mahasiswa saya yang bright perempuan.
Bisa jadi inspirasi Prof
mengajar dari perempuan?
Pertama dari ayah saya,
karena ayah saya pendeta, dia terbiasa berkhotbah. Saya masih ingat, waktu itu
dia sedang mempersiapkan khotbahnya. Dia baca, saya ngintip yang dia baca,
waktu hari minggu ia berkhotbah. Ia mengulangi apa yang dia baca yang saya ikut
baca tentang burung elang.
Siapa penulis yang
mempengaruhi Prof?
Penulisnya banyak sekali,
tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Di bidang sastra, dan bidang apa saja.
Dari Indonesia, ada satu perempuan. Saya tidak kenal dia, saya hanya baca
sajaknya, orang Batak, judul sajak “ Ibu Telah Meminta Cucu” karya M Poppy
Hutagalung.
Kok Prof bisa ingat
sekali?
Karena punya perhatian,
anda tidak akan ingat bila anda tak punya perhatian. Kalo tidak punya hati.
Tidak diingat. Yang lain yang popular, NH Dini itu perempuan.
Tentang status-status
Prof di Facebook, Aesop. Dari mana tau?
Dari SD saya sudah babca
barang-barang itu. Itu dongeng Aesop saya sudah baca dari SD dalam bahasa
Belanda. Jadi pendidikan dulu mendidik kita dari usia dini. Sekarang kita cari
kembali refreshing. Kaya sekali itu tulisan Aesop yang 2500 tahun yang lalu
tapi masih relevan saat ini, tentang manusia. Apa yang ditulis
tentang manusia tidak pernah ketinggalan jaman.
tentang manusia tidak pernah ketinggalan jaman.
Ringan pengandaiannya,
kenapa dia pilih binatang?
Karena kalo dia tulis
tentang manusia, orang kan tersinggung, kalo saya menulis tentangmu orang pasti
akan tersinggung. Tapi saya ambil jalan sendiri, jadi ambil kesimpulan sendiri,
kaya sekali itu cerita diceritakan kembali. Saya baca di internet, seorang
profesor yang mengajar mata kuliah seni. Diwajibkan mahasiswanya
membaca dongeng Aesop dan membuat gambar. Berarti, mereka harus menguasai dulu sebelum menerjemahkan. Jadi apa yang mereka buat itu adalah karya mereka sendiri, itu buka lagi karya Aesop. Itu namanya rekreasi.
membaca dongeng Aesop dan membuat gambar. Berarti, mereka harus menguasai dulu sebelum menerjemahkan. Jadi apa yang mereka buat itu adalah karya mereka sendiri, itu buka lagi karya Aesop. Itu namanya rekreasi.
Jadi apa yang saya tulis
tentang Aesop sekarang, itu sudah saya olah untuk direlevansikan dengan situasi
sekarang. Jadi, dongeng-dongeng itu luar bisa dampaknya. Mendongeng pada
anak-anak itu luar biasa.
Dongeng kita itu belum
dibukukan, padahal dongeng-dongeng itu kita itu kaya sekali. Ada dongeng Papua,
kalo masih umur panjang saya masih menulis, dongeng-dongeng Papua kaya sekali,
dongeng Sulawesi Selatan kaya sekali, tapi orang lebih menghargai yang dari
luar. I Lagaligo misalnya kaya sekali.
Pertama kali main
Facebook?
Saya tidak tahu awal
mulanya. Tapi saya temukan ini, alat komunikasi yang bagus, bisa saja tidak
bagus, ada juga. Kita ambil yang bagus, apalagi saya sudah kurang mengajar,
saya masih ingin menyampaikan. (*)